Kamis (20/11/2025)
Tragedi Heroik 20 November 1946: Puputan Margarana, Simbol Perlawanan Tak Kenal Menyerah di Bali
Tabanan, Bali – Hari ini, 20 November, kita mengenang salah satu episode paling heroik dan berdarah dalam sejarah perjuangan mempertahankan kemerdekaan Indonesia, yaitu peristiwa Puputan Margarana yang terjadi 79 tahun lalu di Desa Marga, Tabanan, Bali.
Peristiwa yang dipimpin oleh Kolonel Infanteri I Gusti Ngurah Rai ini bukan sekadar pertempuran, melainkan sebuah manifestasi dari ajaran "Puputan," yaitu perang habis-habisan sampai gugur demi kehormatan bangsa.
Rencana Belanda Dihadang Pasukan Ciung Wanara
Latar belakang pertempuran ini bermula dari upaya agresif Pemerintah Sipil Hindia Belanda (NICA) yang berusaha kembali menancapkan kekuasaannya di Bali setelah Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945. Belanda juga berambisi mendirikan negara boneka, Negara Indonesia Timur (NIT).
I Gusti Ngurah Rai, komandan Pasukan "Ciung Wanara," secara tegas menolak segala bentuk kompromi dan kerjasama dengan Belanda. Ketegangan memuncak setelah pasukan Ngurah Rai melancarkan serangan terhadap markas NICA di Tabanan, yang kemudian memicu respons militer besar-besaran dari pihak kolonial.
Perintah "Puputan!" di Tengah Kepungan
Pada pagi hari tanggal 20 November 1946, pasukan I Gusti Ngurah Rai yang berjumlah kurang lebih 96 orang dikepung rapat oleh pasukan Belanda (KNIL) yang jauh lebih unggul dalam jumlah personel dan persenjataan, didukung pula oleh tembakan dari pesawat pengebom yang didatangkan dari Makassar.
Meskipun dalam posisi terjepit dan kehabisan amunisi, I Gusti Ngurah Rai menolak mentah-mentah tuntutan Belanda untuk menyerah. Beliau mengeluarkan perintah sakral: "Puputan!"
Perintah tersebut disambut para prajurit dengan semangat membara. Mereka maju bertempur tanpa gentar, melancarkan serangan balik yang mengejutkan, hingga akhirnya satu per satu gugur di medan laga. Peristiwa ini mencatat gugurnya seluruh pejuang Ciung Wanara, termasuk Kolonel I Gusti Ngurah Rai sendiri.
Warisan Abadi Sang Patriot
Meskipun berakhir dengan gugurnya seluruh pejuang, Puputan Margarana telah mengirimkan pesan yang sangat kuat kepada dunia: bahwa rakyat Bali menolak penjajahan dan berkorban jiwa raga demi kedaulatan Republik Indonesia.
Hari ini, di lokasi pertempuran tersebut berdiri megah Tugu Pahlawan Taman Pujaan Bangsa Margarana, menjadi saksi bisu keikhlasan dan keberanian para pahlawan yang memilih mati terhormat daripada menyerah.
Semangat I Gusti Ngurah Rai, yang kini diabadikan sebagai pahlawan nasional dan nama bandar udara internasional Bali, terus menjadi inspirasi bagi generasi penerus untuk menjaga keutuhan dan martabat bangsa.
Humas Pemerintah Desa Angseri
Kontak: pemdesangseri@gmail.com
(Foto/Video: Dok. Humas Desa Angseri)